Panja Komisi XI Akan Kaji Pengembalian Fungsi OJK ke BI
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotardugausai konferensi pers Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1/2020). Foto : Jaka/Man
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga menegaskan bahwa cakupan kerja Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan tidak sesederhana sekedar mengembalikan dana nasabah Jiwasraya, tetapi memastikan agar kejadian serupa tidak terjadi di kemudian hari. Meski fungsi pengawasan sudah dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), masih terbuka kemungkinan Panja mengevaluasi lembaga pengawas itu.
“Jelas sangat terbuka kemungkinan, kami juga kan melihat. Dulu kan OJK atas kerja Komisi XI dipisahkan dari Bank Indonesia. Apakah ini memungkinkan dikembalikan ke BI? Bisa saja. Di Inggris dan beberapa negara sudah seperti itu. Nah, ini juga kita evaluasi. Kemarin juga teman-teman internal berbicara kalau pemisahan dilakukan untuk pengawasan yang lebih baik. Nah, ternyata hasilnya tidak maksimal, tapi kami tidak bisa menyalahkan begitu saja,” kata Eriko usai konferensi pers Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Lebih lanjut politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu akan melihat seperti apa reformasi yang saat ini sedang dilakukan OJK. Menurutnya, faktor sumber pendanaan otorita keuangan itu menjadi perhatian penting. Hingga kini, anggaran OJK yang bersumber dari iuran tersebut perlu dijadikan bahan evaluasi, apakah nantinya akan dikembalikan pada anggaran APBN, atau tetap seperti sekarang dengan namun dengan aturan yang lebih rigid.
Guna mendukung fungsi evaluasi, DPR RI saat ini masih dalam proses penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Eriko mengatakan pihaknya akan menyertakan revisi Undang-Undang tentang Bank Indonesia, termasuk Undang-Undang tentang OJK. Meski masih harus menyelesaikan RUU Omnibus Law terlebih dahulu, nantinya pembahasan kedua undang-undang yang berkaitan dengan industri keuangan akan segera dibahas.
“Yang paling utama di sini adalah evaluasi, untuk membuat undang-undang. Kami baru rapat dengan Baleg, untuk memutuskan mengenai RUU yang akan dievaluasi mendatang, termasuk RUU BI dan OJK. Inilah yang menjadi bahan supaya jangan sampai hal ini terulang kembali. Ini bisa terjadi ada pembiaran, saya tidak mau berspekulasi, tapi tentu ada pembiaran sekian lama,” tegas legislator dapil DKI Jakarta II itu.
Sebagai informasi, lemahnya fungsi pengawasan OJK kian disoroti bermula dari kasus gagal bayar klaim jatuh tempo Jiwasraya sebesar Rp 802 miliar untuk produk polis asuransi per Oktober 2018. Menyusul kemudian persoalan yang melanda AJB Bumiputera, yang menanggung kewajiban perusahaan sebesar Rp 22,7 triliun dengan jumlah aset yang dimiliki hanya sekitar Rp 12,1 triliun pada 2012 lalu. Selain itu, Bank Muamalat juga mengalami permasalahan permodalan yang kian merosot sejak semester I 2019, dimana laba bersih perusahaan anjlok hingga 95,09 persen menjadi Rp 5,08 miliar dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 103,73 miliar. (alw/sf)